Halo teman teman kembali lagi di blog Mahasiswa Psikologi Untag.
Setelah yang lalu kita membahas mengenai apa itu konsep adjustment, kali ini kita akan membahas suatu konsep mengenai normal dan abnormal.
Hal paling umum yang selalu dipertanyakan kepada seorang Psikolog biasanya adalah "apakah perilaku si A ini normal? Apakah yang bersangkutan sakit jiwa?". Dan pada kesempatan kali ini kita akan menggali lebih dalam bagaimana kita bisa menentukan apakah seseorang dapat dikatakan normal kah atau ada hal-hal lain yang membuatnya dicap "berbeda"?
Pada dasarnya, normal merupakan suatu istilah yang kita gunakan untuk menyebut hal-hal yang lumrah terjadi, hal-hal yang sewajarnya, dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Jika demikian, berarti abnormal adalah kebalikan dari normal. Perilaku yang tidak wajar, diatas standar ataupun mungkin dibawah standar yang telah ditetapkan oleh masyarakat.
Dengan penjelasan diatas apakah berarti lingkungan sekitar yang menentukan sebuah perilaku tersebut dapat dikatakan normal atau abnormal? Jawabannya adalah ya dan tidak, tergantung kita mau melihatnya dari sisi mana terlebih dahulu.
Terdapat dua pendekatan yang dapat kita gunakan untuk menentukan normalitas dari suatu perilaku yaitu dengan pendekatan kuantitatif ataupun pendekatan kualitatif. Jika kita menyebutkan diatas bahwa lingkungan sekitar menentukan normal atau tidaknya, maka kita bisa melihatnya dengan sudut pandang pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif ini berarti ketika ada kelangkaan statistika dari sebuah perilaku/ hal yang ingin disorot maka kita dapat mengatakan perilaku/ hal tersebut adalah abnormal. Ambil contoh saja ada satu sekolah menengah atas yang seluruh siswanya berjumlah 1000 orang menggambar dengan peralatan seperti pensil warna atau crayon kecuali seorang siswa bernama Budi. Ia menggambar dengan menggunakan tipex. Perbandingan 999 orang dengan 1 orang ini yang menyebabkan 1 orang atau si Budi ini melakukan sebuah perilaku abnormal. Ini yang disebut dengan pendekatan kuantitatif.
Berbeda dengan pendekatan kuantitatif, pendekatan kualitatif memiliki beberapa pertimbangan yang lain selain jumlah rasio suatu perilaku. Ada faktor-faktor lain seperti sosio-kultural yang berpengaruh dalam penentuan abnormalitas suatu keadaan. Ambil contoh dalam satu kelas ketika ujian semua siswanya mencontek kecuali satu siswa bernama Rossi. Apakah tindakan Rossi yang tidak mencontek disebut sebagai tindakan abnormal? Tentu saja tidak. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan menurut aturan di masyarakat, mencontek adalah tindakan yang tidak dibenarkan sehingga sebenarnya tindakan Rossi yang tidak mencontek dapat dikatakan sebagai perilaku yang normal.
Daftar Pustaka:
Slamet I.S, Suprapti dan Markam, Sumarmo. 2003. Pengantar Psikologi Klinis, Jakarta: Universitas Indonesia Press.
No comments:
Post a Comment